Hiperaktivitas Dalam Sudut Pandang Psikologi

Hiperaktivitas dalam Sudut Pandang Psikologi
Hiperaktivitas adalah kondisi yang ditandai dengan gerakan fisik berlebihan, kesulitan untuk diam, dan perilaku impulsif yang tidak sesuai dengan konteks situasi. Dalam psikologi, hiperaktivitas sering dikaitkan dengan gangguan perkembangan saraf, seperti ADHD (Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder), tetapi juga dapat muncul dalam bentuk lain. Berikut analisis mendalam dari perspektif psikologi:


1. Definisi dan Karakteristik Hiperaktivitas

  • Ciri Utama:
  • Gerakan motorik berlebihan (misal: gelisah, mengetuk-ngetuk jari, atau berlari-lari tanpa tujuan).
  • Kesulitan tetap duduk dalam situasi yang membutuhkan ketenangan (seperti di kelas atau rapat).
  • Bicara berlebihan atau menyela pembicaraan orang lain.
  • Perbedaan Usia:
  • Anak-anak: Hiperaktivitas lebih terlihat fisik (melompat, memanjat).
  • Dewasa: Sering berupa kegelisahan internal (perasaan tidak tenang atau pikiran yang “berlari kencang”).

2. Penyebab Hiperaktivitas dalam Psikologi

a. Faktor Biologis

  • Genetik: Riwayat keluarga dengan ADHD atau gangguan hiperaktif meningkatkan risiko.
  • Ketidakseimbangan Neurotransmiter: Rendahnya kadar dopamin dan norepinefrin di otak, yang berperan dalam regulasi perhatian dan kontrol impuls.
  • Perkembangan Otak: Keterlambatan pematangan korteks prefrontal (area otak yang mengatur kontrol diri).

b. Faktor Lingkungan

  • Paparan Toksin: Konsumsi alkohol/rokok selama kehamilan atau paparan timbal pada anak.
  • Pengasuhan: Pola asuh yang terlalu permisif atau tidak konsisten dapat memperparah gejala.
  • Trauma Psikologis: Stres kronis atau pengalaman traumatis dapat memicu perilaku hiperaktif sebagai respons “fight-or-flight”.

3. Dampak Psikososial

  • Pada Anak:
  • Kesulitan belajar karena tidak bisa fokus di kelas.
  • Dijaukan teman sebaya karena dianggap “mengganggu”.
  • Stigma sebagai “anak nakal” yang memengaruhi harga diri.
  • Pada Dewasa:
  • Masalah di tempat kerja (misal: sering terlambat, sulit memenuhi tenggat waktu).
  • Konflik dalam hubungan interpersonal akibat impulsivitas.
  • Risiko kecanduan (misal: alkohol atau judi) sebagai bentuk pelarian.

4. Pendekatan Psikologis untuk Mengelola Hiperaktivitas

a. Terapi Perilaku

  • Manajemen Kontingensi: Sistem reward (misal: token economy) untuk memperkuat perilaku tenang.
  • Contoh: Anak mendapat poin setiap kali bisa duduk diam selama 10 menit, lalu poin ditukar dengan hadiah.
  • Pelatihan Keterampilan Sosial: Mengajarkan cara mengontrol impuls dalam interaksi sosial.

b. Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

  • Membantu individu mengidentifikasi pemicu hiperaktivitas (misal: kebosanan atau kecemasan) dan mengembangkan strategi pengalihan.
  • Contoh: Teknik mindfulness untuk meningkatkan kesadaran diri dan mengurangi kegelisahan.

c. Modifikasi Lingkungan

  • Di Sekolah: Pengaturan tempat duduk di depan kelas, jeda istirahat singkat, atau penggunaan alat sensorik (seperti fidget spinner).
  • Di Rumah: Menciptakan rutinitas terstruktur untuk mengurangi kebingungan dan kecemasan.

d. Psikoedukasi untuk Orang Tua dan Guru

  • Memahami bahwa hiperaktivitas bukanlah kesalahan anak, melainkan kondisi neurologis.
  • Menghindari hukuman berlebihan dan fokus pada penguatan positif.

5. Tantangan dalam Penanganan Hiperaktivitas

  • Diagnosis yang Keliru: Gejala hiperaktivitas sering disalahartikan sebagai gangguan bipolar atau kecemasan.
  • Stigma Sosial: Anggapan bahwa hiperaktivitas adalah hasil dari “pengasuhan buruk” atau “kurang disiplin”.
  • Keterbatasan Akses: Minimnya tenaga profesional (psikolog/psikiater) di daerah terpencil.

6. Hiperaktivitas vs. Energi Tinggi Normal

Tidak semua perilaku aktif termasuk hiperaktivitas. Berikut pembedanya:

Hiperaktivitas (Patologis)Energi Tinggi (Normal)
Mengganggu fungsi sehari-hariTidak mengganggu produktivitas
Disertai impulsivitas dan inattentionDapat dikontrol sesuai situasi
Bertahan di berbagai situasiMuncul hanya dalam konteks tertentu

Kesimpulan

Hiperaktivitas dalam psikologi dipahami sebagai gejala kompleks yang memerlukan pendekatan holistik, meliputi:

  1. Intervensi terapi untuk meningkatkan kontrol diri.
  2. Dukungan lingkungan (keluarga, sekolah, tempat kerja).
  3. Edukasi masyarakat untuk mengurangi stigma.

Dengan penanganan tepat, individu hiperaktif dapat belajar mengelola energinya secara produktif dan menjalani kehidupan yang seimbang.

#hiperaktif #hyperactive #energitinggi #energi #

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *