
Dalam perspektif psikologi, panik (panic) merujuk pada reaksi emosional dan fisiologis yang intens terhadap ancaman yang dirasakan, baik nyata maupun imajiner. Panik sering kali muncul tiba-tiba dan disertai gejala fisik serta pikiran yang tidak terkendali. Berikut penjelasan lebih rinci:
1. Definisi dan Karakteristik Panik
- Panik adalah respons akut terhadap ancaman atau stresor yang dianggap berbahaya, meskipun tidak ada bahaya objektif.
- Panic attack (serangan panik) adalah episode singkat (biasanya 5–20 menit) dengan gejala fisik dan psikologis yang ekstrem, seperti:
- Detak jantung cepat, berkeringat, gemetar.
- Sesak napas, nyeri dada, pusing.
- Perasaan kehilangan kendali, takut mati, atau “gila”.
- Derealisasi (perasaan tidak nyata) atau depersonalisasi (terlepas dari diri sendiri).
2. Mekanisme Psikologis di Balik Panik
- Respons “Fight-or-Flight”: Sistem saraf simpatik aktif secara berlebihan, memicu pelepasan adrenalin dan kortisol untuk mempersiapkan tubuh menghadapi ancaman. Pada panik, respons ini terjadi tanpa ancaman nyata.
- Kognitif:
- Catastrophic Misinterpretation (Aaron Beck, David Clark): Individu salah menafsirkan sensasi tubuh normal (misalnya, detak jantung cepat) sebagai tanda bahaya (misalnya, serangan jantung).
- Hipervigilansi: Kepekaan berlebihan terhadap perubahan tubuh atau lingkungan.
- Behavioral: Perilaku menghindar (avoidance) untuk mencegah pemicu panik, yang justru memperkuat kecemasan.
3. Pemicu Panik
- Internal: Sensasi tubuh (misalnya, jantung berdebar), pikiran negatif, atau emosi yang menakutkan.
- Eksternal: Situasi yang diasosiasikan dengan trauma atau stres (misalnya, keramaian, ketinggian).
- Kondisi Psikologis:
- Panic Disorder: Gangguan kecemasan dengan serangan panik berulang dan kekhawatiran terus-menerus akan serangan berikutnya.
- Agoraphobia: Takut berada di situasi yang sulit melarikan diri jika panik terjadi.
- Gangguan kecemasan lain, PTSD, atau depresi.
4. Teori Psikologis tentang Panik
- Model Kognitif (Clark, 1986): Panik terjadi ketika seseorang salah menafsirkan sensasi tubuh sebagai ancaman, memicu lingkaran umpan balik yang memperburuk gejala.
- Teori Biologis: Faktor genetik atau ketidakseimbangan neurotransmiter (misalnya, serotonin atau GABA) dapat meningkatkan kerentanan.
- Teori Perilaku: Panik dipelajari melalui pengalaman traumatis atau pengkondisian klasik (misalnya, asosiasi antara situasi tertentu dan rasa takut).
5. Penanganan Psikologis
- Cognitive Behavioral Therapy (CBT):
- Mengidentifikasi dan mengubah pikiran katastrofik.
- Paparan interoseptif: Latihan menghadapi sensasi tubuh yang ditakuti (misalnya, berlari di tempat untuk mensimulasikan detak jantung cepat).
- Relaksasi dan Mindfulness: Teknik pernapasan, meditasi, atau grounding untuk mengurangi respons fisiologis.
- Obat-obatan: Antidepresan (SSRI) atau ansiolitik (benzodiazepin) untuk kasus berat, biasanya dikombinasikan dengan terapi.
- Psikoedukasi: Memahami mekanisme panik untuk mengurangi rasa takut terhadap gejala fisik.
6. Faktor Risiko dan Pencegahan
- Risiko: Riwayat keluarga, trauma masa kecil, perfeksionisme, atau stres kronis.
- Pencegahan:
- Mengelola stres dengan teknik relaksasi.
- Menghindari konsumsi kafein/alkohol berlebihan.
- Membangun pola pikir adaptif terhadap sensasi tubuh.
Kesimpulan
Panik dalam psikologi dipahami sebagai respons kompleks yang melibatkan interaksi antara faktor biologis, kognitif, dan lingkungan. Penanganan efektif biasanya menggabungkan terapi kognitif-perilaku, relaksasi, dan pemahaman mendalam tentang mekanisme panik untuk memutus siklus kecemasan.
Saat anda mengalami gejala panik yang mungkin susah dihilangkan atau berkepanjangan, anda bisa memriksakan diri ke Psikolog untuk solusi lebih lanjut. Kerahasian dan keamanan data anda dapat terjamin karena Psikolog kami memiliki pengalaman yang panjang dalam menangani permasalahan serupa.



#panik #panic #kecemasan #solusipanik #psikolog #maria