
Tentu, orang yang belanja terus-menerus secara kompulsif bisa disebabkan oleh beberapa gangguan psikologis yang mendasarinya. Perilaku ini seringkali bukan sekadar “suka belanja”, tetapi merupakan gejala dari masalah yang lebih dalam.
Berikut adalah gangguan psikologis utama yang dapat menyebabkan perilaku belanja berlebihan:
- Gangguan Pembelian Kompulsif (Compulsive Buying Disorder – CBD)
Ini adalah gangguan yang paling langsung terkait dengan pertanyaan Anda. CBD ditambahkan dalam DSM-5 (manual diagnosis gangguan mental) di bawah kategori “Gangguan Pengendalian Impuls Lainnya yang Ditentukan”.
Ciri-cirinya:
• Pikiran yang Terus-Menerus: Selalu memikirkan tentang belanja dan pembelian.
• Perilaku Tidak Terkendali: Kesulitan besar untuk menahan dorongan untuk berbelanja.
• Membelanjakan Uang Melebihi Kemampuan: Sering menghabiskan uang yang sebenarnya tidak dimiliki, leading to utang.
• Dilakukan untuk Mengatur Emosi: Belanja digunakan sebagai cara untuk menghilangkan perasaan negatif seperti stres, cemas, kesepian, atau harga diri yang rendah.
• Perasaan Lega Sesaat: Merasa senang dan “high” selama proses belanja, tetapi diikuti oleh perasaan bersalah, malu, penyesalan, atau depresi setelahnya.
• Dampak Negatif: Perilaku ini menyebabkan distress yang signifikan dan mengganggu hubungan personal, keuangan, atau pekerjaan.
- Gangguan Kepribadian dan Mood yang Mendasari
Seringkali, belanja kompulsif adalah gejala dari gangguan lain, bukan gangguan itu sendiri.
• Depresi dan Gangguan Kecemasan: Orang dengan kondisi ini mungkin menggunakan belanja sebagai bentuk “self-medication” untuk sementara waktu melupakan perasaan sedih, kosong, atau cemas. Sensasi senang saat membeli barang baru memberikan pelarian sementara.
• Gangguan Bipolar: Terutama selama fase mania atau hipomania. Dalam fase ini, individu mengalami:
• Peningkatan energi dan harga diri yang berlebihan.
• Penilaian yang buruk dan impulsivitas yang tinggi.
• “Spending spree” atau belanja boros adalah gejala klasik dari episode manik. Mereka mungkin membeli barang-barang mewah yang tidak masuk akal tanpa mempertimbangkan konsekuensinya.
• Gangguan Obsesif-Kompulsif (OCD): Pada beberapa orang, ritual kompulsifnya bisa berupa belanja. Mereka mungkin merasa sangat cemas jika tidak membeli sesuatu atau memiliki pikiran yang mengganggu (obsesi) yang hanya bisa diredakan dengan berbelanja (kompulsi).
• Gangguan Kepribadian: Misalnya, gangguan kepribadian narsistik (ingin dilihat hebat dengan barang-barang mewah) atau gangguan kepribadian borderliner (dilakukan untuk mengisi kekosongan emosional atau mengatasi ketidakstabilan emosi).
- Kecanduan Perilaku (Behavioral Addiction)
Belanja kompulsif memiliki kemiripan yang sangat kuat dengan kecanduan.
• Siklus Kecanduan: Individu merasakan “dopamine rush” (perasaan senang) ketika melihat diskon, memasukkan barang ke keranjang, atau saat pembayaran berhasil. Otak mengasosiasikan belanja dengan hadiah. Seiring waktu, mereka perlu berbelanja lebih banyak atau lebih sering untuk mendapatkan perasaan yang sama.
• Toleransi dan Penarikan Diri: Sama seperti kecanduan zat, mereka bisa mengembangkan toleransi (perlu belanja lebih untuk kepuasan yang sama) dan mengalami gejala “withdrawal” seperti gelisah, marah, atau depresi ketika tidak bisa berbelanja.
Faktor Pemicu dan Risiko Lainnya:
• Faktor Biologis: Kemungkinan ada ketidakseimbangan kimia otak, khususnya pada sistem serotonin dan dopamin.
• Faktor Sosial dan Budaya: Tekanan dari media sosial dan budaya konsumerisme yang menggembor-gemborkan “retail therapy” dan mengaitkan kepemilikan barang dengan kebahagiaan dan status sosial.
• Faktor Psikologis: Harga diri yang rendah, rasa kosong, dan kurangnya mekanisme koping yang sehat dalam menghadapi stres.
Kapan Perlu Mencari Bantuan?
Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami hal berikut, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater:
• Perasaan di luar kendali saat berbelanja.
• Sering berbohong tentang jumlah uang yang dibelanjakan atau barang yang dibeli.
• Hubungan dengan keluarga atau teman menjadi tegang karena masalah belanja.
• Mengalami masalah keuangan yang serius (utang menumpuk) akibat belanja.
• Merasa lega atau “high” saat belanja, tetapi diikuti oleh perasaan bersalah dan malu yang mendalam setelahnya.

Kesimpulan: Orang yang belanja terus bukan hanya karena tidak bisa mengatur uang, tetapi seringkali merupakan manifestasi dari gangguan psikologis seperti Gangguan Pembelian Kompulsif, atau gejala dari kondisi lain seperti depresi, kecemasan, atau gangguan bipolar. Perilaku ini adalah cara yang maladaptif untuk mengatasi emosi yang menyakitkan atau mengisi kekosongan di dalam diri.
#shopping #adiksi #kecanduan #belanja
