Insomnia | Gangguan Tidur, Apa Sebabnya ?

Insomnia, dari perspektif psikologi, dipahami sebagai gangguan tidur yang tidak hanya melibatkan kesulitan fisik untuk tidur, tetapi juga faktor mental dan emosional yang kompleks. Berikut penjelasan terstruktur berdasarkan sudut pandang psikologis:

Faktor Psikologis yang Berkontribusi:

  1. Stres dan Kecemasan:
  • Stres akut atau kronis mengaktifkan respons “fight-or-flight”, meningkatkan kadar hormon kortisol dan adrenalin, yang mengganggu relaksasi diperlukan untuk tidur.
  • Kecemasan tentang kinerja, hubungan, atau masalah kehidupan dapat memicu “overthinking” saat berbaring di tempat tidur.
  • Rumitasi: Kecenderungan untuk terus-menerus memikirkan masalah masa lalu atau masa depan tanpa solusi produktif.
  1. Gangguan Kognitif:
  • Keyakinan Negatif tentang Tidur: Misalnya, “Saya pasti tidak bisa tidur malam ini” atau “Jika saya kurang tidur, besok akan kacau”. Keyakinan ini memperparah kecemasan dan memicu lingkaran setan.
  • Kewaspadaan Berlebihan: Otak menjadi terlalu sensitif terhadap ancaman (nyata atau imajiner) yang terkait dengan kurang tidur.
  1. Perilaku Maladaptif:
  • Kebiasaan Tidur Buruk: Misalnya, penggunaan gadget sebelum tidur (cahaya biru menghambat melatonin), jadwal tidur tidak konsisten, atau menghabiskan waktu di tempat tidur untuk aktivitas selain tidur.
  • Kondisioning Klasik: Tempat tidur menjadi terkait dengan kegelisahan, bukan relaksasi (misalnya, karena sering terjaga di kasur).
  1. Regulasi Emosi yang Terganggu:
  • Kesulitan mengelola emosi negatif (seperti kemarahan, kesedihan) dapat menyebabkan hiperarousal emosional di malam hari.
  • Pada individu dengan trauma atau PTSD, mimpi buruk dan kewaspadaan berlebihan (hypervigilance) mengganggu tidur.
  1. Faktor Kepribadian:
  • Neurotisisme: Individu dengan kecenderungan tinggi terhadap emosi negatif (seperti cemas atau mudah marah) lebih rentan insomnia.
  • Perfeksionisme: Tekanan untuk mencapai standar tinggi dapat menyebabkan stres kronis dan kesulitan “mematikan” pikiran.

Model Teoritis Psikologis:

  1. Model Hiperarousal:
    Insomnia dipandang sebagai hasil dari peningkatan gairah fisiologis (detak jantung cepat, suhu tubuh tinggi) dan psikologis (pikiran aktif, kecemasan).
  2. Model Kognitif:
    Fokus pada peran pikiran intrusif (misalnya, khawatir tentang pekerjaan) dan keyakinan disfungsional tentang tidur yang memperkuat insomnia.
  3. Model Psikofisiologis:
    Kombinasi faktor kognitif (pikiran cemas) dan perilaku (kebiasaan buruk) yang saling memperkuat gangguan tidur.

Dampak Psikologis Insomnia:

  • Penurunan Fungsi Kognitif: Gangguan konsentrasi, memori, dan pengambilan keputusan.
  • Gangguan Mood: Insomnia kronis meningkatkan risiko depresi, kecemasan, dan iritabilitas.
  • Siklus Negatif: Kurang tidur → emosi tidak stabil → stres meningkat → insomnia memburuk.

Intervensi Psikologis:

  1. Cognitive Behavioral Therapy for Insomnia (CBT-I):
  • Restriksi Tidur: Membatasi waktu di tempat tidur untuk meningkatkan efisiensi tidur.
  • Hygiene Tidur: Modifikasi gaya hidup (misalnya, hindari kafein, ciptakan lingkungan tidur optimal).
  • Restrukturisasi Kognitif: Mengubah keyakinan negatif tentang tidur (misalnya, “Saya bisa tetap berfungsi meski kurang tidur”).
  • Relaksasi: Teknik pernapasan atau progresif muscle relaxation untuk mengurangi ketegangan.
  1. Terapi Mindfulness:
    Latihan fokus pada saat ini (misalnya, meditasi) untuk mengurangi rumitasi dan kecemasan.
  2. Penanganan Komorbiditas:
    Mengatasi gangguan mental yang mendasari (seperti depresi atau PTSD) melalui psikoterapi atau farmakoterapi.

Kesimpulan:

Insomnia dalam psikologi dipahami sebagai interaksi dinamis antara pikiran, emosi, perilaku, dan fisiologi. Pendekatan holistik yang menggabungkan modifikasi kognitif, perilaku, dan regulasi emosi seringkali paling efektif untuk memutus siklus insomnia.

#insomnia #tidur #gangguantidur #konsultasi #psikolog #mariaulfah #susahtidur

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *