Kekerasan kini telah menjadi masalah sosial yang cukup serius dan memprihatinkan. Peristiwa ini merupakan masalah hukum yang sangat penting untuk dikaji, karena peristiwa ini dapat berakibat pada korban sehingga mengalami trauma baik secara psikis maupun fisiknya, terutama perempuan. Seiring berjalannya waktu kasus kekerasan seksual pada perempuan terus menggerogoti kesejahteraan para korbannya, bahkan hingga saat ini kelanjutan kasus tidak ditemukan titik terangnya meskipun pihak pemerintahan, mitra, maupun masyarakat telah menuntut pengendalian secara preventif dan represif.
Dari 4.322 kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan, didentifikasi 6.605 kasus berdasarkan bentuk kekerasan yang dialami. Sebanyak 2.709 atau 40% nya adalah kasus kekerasan psikis serta sebanyak 60% nya merupakan korban dengan kekerasan fisik. Namun, hingga saat ini tetap saja kesesuaian dari realisasi pelaksanaan untuk pemulihan perempuan korban kekerasan belum menjadi prioritas dari pihak yang berwenang. Terdapat beberapa tindakan yang dapat menanggulangi hambatan dalam memprioritaskan hal dalam kasus ini yaitu sebagai berikut :
- Memperbanyak tenaga kerja yang ahli dalam pendampingan psikis.
- Menyediakan konsultasi pemulihan secara online untuk mempermudah akses korban yang jarak tempat tinggalnya jauh atau memiliki kesibukan lainnya.
- Menyediakan suatu tempat/posko konsultasi dan mengutus pihak ekspert di beberapa tempat di daerah kecil demi memudahkan akses konsultasi.
- Memberi anjuran kepada pihak pemerintah untuk memprioritaskan ekonomi negara ke bagian pengobatan/pemulihan kesehatan mental.
- Memberikan edukasi secara langsung ataupun tidak langsung kepada masyarakat umum.
Beberapa poin diatas mungkin adalah solusi yang dapat dilakukan agar pemulihan perempuan korban kekerasan diprioritaskan. Selain itu melalui pihak professional, berikut salah satu terapi yang bisa dilakukan dari pihak professional yaitu dengan upaya psikoterapi melalui terapi trauma healing, terapi keluarga/orang terdekat dan terapi kognitif demi membuat korban bisa lebih aktif untuk berbicara dan lebih terbuka, sehingga pihak professional tidak salah diagnosis untuk pemilihan terapi.